Rabu, 03 April 2024

LEGENDA DAMAR PAYUNG

LEGENDA DAMAR PAYUNG (SITUS DAMAR PAYUNG KOTAYASA) Legenda Damar Payung terjadi ratusan tahun sebelum Banyumas tertulis di sejarah menjadi sebuah kabupaten,bahkan sebelum Belanda masuk ke Indonesia. Cerita asal muasal nama Damar Payung tersebut terjadi bersamaan dengan terjadinya nama Desa Kotayasa,Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas yang tak lepas dari tokoh Ki Kertayasa. Ki Kertayasa yang dikenal sebagi pendiri ataupun cikal bakal nama Desa Ketayasa itu diibuktikan dengan adanya petilasan tepat di puser bumi Desa Kotayasa. Petilasan adalah semacam tempat singgah atau menetap sementara dalam kurun waktu tertentu yang ditandai menyerupai kuburan berbatu nisan. Mengapa ada nama Ki Kertayasa dalam Legenda Damar Payung? Konon Ki Kertayasa adalah termasuk abdi dalem Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1400 masehi. Ia dengan beberapa pegawai istana lainnya ditugaskan untuk menjelajahi daerah Jawa Tengah tepatnya di lembah Serayu di sebelah selatan Gunung Slamet, kabupaten Banyumas. Mereka ditugasi untuk menginfentarisir ladang dan lahan pertanian di wilayah Banyumas. Singkat cerita Ki Kertayasa sampai di sebuah pemukiman di lereng Gunung Slamet dan bertempat tinggal disitu bersama beberapa warga lokal yang telah tinggal lebih dulu. Ada sekitar sepuluh keluarga yang menetap di wilayah itu. Setelah membuka hutan untuk berladang, mereka mencoba menanam padi pada area yang dekat dengan mata air untuk dijadikan persawahan. Seiring dengan banyaknya masyarakat yang bertani,maka kebutuhan air semakin tidak mencukupi. Berbagai upaya dilakukan dengan membuat bendungan-bendungan kecil untuk irigasi. Namun semua upaya belum mencukupi terutama di bagian barat dan selatan desa yang sudah terlebih dahulu dijadikan persawahan lebih luas. Walaupun ada sungai besar yaitu Kali Pelus tapi lahan pertanian jauh lebih tinggi dibanding kali tersebut mustahil air bisa sampai ke tanah yang berada diatsanya. Masalah air semakin menjadi perbincangan bahkan menjadi konflik antar warga. Pertengkaran dan bahkan perkelahian kerap terjadi gegara berebut air untuk sawah mereka masing- masing. Mengetahui hal tersebut Ki Kertayasa segera ambil sikap. Ia menelusuri Kali Pelus dengan harapan bisa menemukan jalan keluar atas permasalahan warga. Ia sampai di suatu lubuk (kedung) dengan air yang hijau menandakan dalamnya air. Selanjutnya ia melakukan ritual bersemedi diatas batu besar untuk minta petunjuk Sang Pencipta. Setelah memasuki hari ke-40 dalam semedinya ia ditemui Sang raja. Dalam pertemuan itu Ki Kertayasa diperintahkan untuk membuat bendungan di tempat ia duduk. Raja-pun bersabda kepada Ki Kertayasa, “Kertayasa,kamu harus membendung sungai ini tepat dipinggir atau dibawah kedung. Kedung ini sudah melakukan ILA atau sumpah setia. Kedung yang berbentuk MARON atau belanga ini tidak akan mencelakai warga sekitar sungai ini apalagi yang merawatnya. Camkan dan lakukan pekerjaan ini Bersama warga dan kurbankan seekor kambing setiap kali memulai pekerjaan tersebut. Saya percaya kamu bisa menyelesaikan pekerjaan itu kurang dari satu dasawarsa. Kamu tidak boleh pulang ke Kerajaan sebelum pekerjaan ini selesai!” “Terimakasih Paduka Raja…Titah paduka siap hamba laksanakan….!” Jawab Ki Kertayasa sambil bersimpuh dan menyembah. Ketika Ki Kertayasa terjaga dari semedinya ia telah berada dibawah payung dan didepannya ada nyala lentera yang sangat terang. Bahkan Ki Kertayasa terperanjat saat memegang payung tersebut terasa tidak asing baginya. Ternyata benar bahwa payung yang diberikan oleh sang raja dalam semedinya adalah payung yang selalu berada di pendopo kerajaan. Begitu pula dengan lentera minyak kelapa adalah lentera terbuat dari tembaga yang berkali-kali ia bersihkan di serambi kerajaan. Inilah pertanda bahwa usahanya telah diberkati oleh Yang Kuasa. Pagi harinya ia segera mengumpulkan semua warga menceritakan rencana pembuatan bendungan dan saluran irigasi. Rencana tersebut disambut warga dengan suka cita. Setelah segalanya siap merekapun memulai pekerjaan itu. Di muka kedung itu dibendung dengan menggunakan batu- batu besar dan benda-benda lain seperti jerami,batang pisang, bambo dan lain-lain. Air dialirkan ke timur menyusuri bibir tebing. Payung dan lentera (damar) ditaruh di pinggir bendungan dan menjadi benda yang dikeramatkan oleh warga untuk menjaga bendungan. Damar atau lentera adalah penerang disaat gelap dan payung sebagi peneduh disaat terik dan hujan. Maka bendungan itu dinamakan Damar payung. Kedung yang diceritakan Raja bahwa kedung itu telah melakukan sumpah setia atau ila maka dinamakan Kedung Ila. Anak sungai kecil dari bendungan itu disebut Kali Maron karena aliran dari kedung Ila yang berbentuk Belanga atau Maron. Aliran irigasi itu diperpanjang hingga menembus desa dan mengairi sawah yang luas. Sejak saat itu Kotayasa tak kekurangan air sawah dan air bersih. Ketika banjir besar menjebol bendungan maka warga kompak untuk memperbaikinya beramai-ramai dan selalu menyembelih kambing jantan untuk makan siang Bersama. Ki Kertayasa yang sudah berada di desa tersebut puluhan tahun bahkan ada yang menyebutnya ratusan tahun karena masyarakat percaya bahwa umur Ki Kertayasa 230 tahun itu menghilang entah kemana. Terdengar kabar bahwa Ki Kertayasa itu pulang ke Majapahit namun ada yang meyakini bahwa Ki Kertayasa murca, artinya meninggal dengan menghilang berikut jasadnya. Tapi ia meninggalkan padepokan yang kemudian diberi tanda sebagai petilasan Kertayasa yang kemudian wilayah itu menjadi wilayah Kertayasa. Kertayasa berubah menjadi Ketayasa dan terakhir menjadi Kotayasa di masa Bupati Soekarno Agung. (baca Legenda Gunung Gaber) Tahun berganti tahun,windu berganti abad,pada tahun 1772 pada masa pemerintahan Bupati Banyumas Tumenggung Yudanegara IV Gunung Slamet Meletus hebat. Karena sebelum Gunung Slamet Meletus ditandai dengan gempa vulkanik 40 hari 40 malam,maka semua warga mengungsi ke arah selatan menjauh dari lereng Slamet. Letusan yang dahsyat itu nyaris tak memakan korban jiwa warga lereng Gunung Slamet bagian selatan. Konon abu vulkanik berterbangan sampai ke Jawa Barat dan Jawa Timur. Lava mengalir ke semua celah rendah yaitu sungai-sungai di kakai Gunung tak terkecuali Kali Pelus itu. Aliran lava itu mengeras menjadi hamparan batu. Bendunganpun rusak namun saluran irigasi Maron tetap dalam keadaan baik. Tidak sampai satu tahun setelah letusan,masyarakat Kembali beraktifitas normal. Berkat kekompakan warga, bendungan itu berhasil diperbaiki sedangkan lentera dan payung dimasukan ke tempat aman di celah-celah batu dekat Kedung Ila. Beberapa tahun setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan tepatnya tahun 1949 sampai tahun 1950 mulai dibangun pintu irigasi permanen. Pembangunan dengan bahan semen itu hanya untuk pintu irigasinya dan beberapa puluh meter talud saluran irigasi maron. Bendungan yang berada di sungai masih menggunakan bahan alami yang masih bisa terbawa arus jika sewaktu-waktu datang banjir. Maklum karena medan yang jauh dari jalan raya dan arus air yang relative deras pada saat itu. Pada tahun 1950 damar dan payung yang berada di celah bebatuan dipindah ke dalam tugu monument yang berbentuk payung. Monument itu dibuat oleh salah satu organisasi pergerakan Indonesia PKI pada tahun 1950 sebagai tanda telah dibangunnya pintu irigasi dengan dibuktikan adanya relief pada dinding tugu (monument). Namun belakangan ini tulisan (prasasti) tersebut sudah tak begitu bisa terbaca karena telah ‘dirusak’ oleh waktu dan politik. Pembangunan bendungan permanen baru bisa dilaksanakan pada masa pemerintahan Kepala Desa Sardan Edy Soekirno tepatnya pada tahun 1976-1977 dan diresmikan tahun1978 saat Bupati Rujito. Saat itu baru pertama kali ada pertunjukan lengger di tepi sungai yaitu di bendungan Damar Payung. Sejak itu masyarakat petani merasa nyaman karena bendungan tidak pernah jebol lagi kendati ada banjir besar. Saluran irigasai yang dikenal dengan nama Kali Maron itu tahun demi tahun dibuat talud permanen. Pada tahun 2019 diatas bendungan dibangun Jembatan Gantung yang menghubungkan Gerumbul Dukuh Peken Dengan Desa Karangsalam. Jembatan gantung berikut jalan cor itu dibiayai dari APBN yang nilainya lebih dari 5 milyar. Demikian sekilas ceritera tentang asal usul nama Situs Damar Payung yang serkarang kita kenal sebagai obyek wisata alam Damar Payung. Pada bagian lain dibedah pula tantang misteri Batu Entep dan Goa Delik yang berlokasi disekitar obyek wisata Damar payung. Semoga bermanfaat.

Selasa, 02 April 2024

SITUS DAMAR PAYUNG KOTAYASA, SUMBANG, BANYUMAS, JAWA TENGAH

LEGENDA DAMAR PAYUNG (SITUS DAMAR PAYUNG KOTAYASA) Legenda Damar Payung terjadi ratusan tahun sebelum Banyumas tertulis di sejarah menjadi sebuah kabupaten,bahkan sebelum Belanda masuk ke Indonesia. Cerita asal muasal nama Damar Payung tersebut terjadi bersamaan dengan terjadinya nama Desa Kotayasa,Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas yang tak lepas dari tokoh Ki Kertayasa. Ki Kertayasa yang dikenal sebagi pendiri ataupun cikal bakal nama Desa Ketayasa itu diibuktikan dengan adanya petilasan tepat di puser bumi Desa Kotayasa. Petilasan adalah semacam tempat singgah atau menetap sementara dalam kurun waktu tertentu yang ditandai menyerupai kuburan berbatu nisan. Mengapa ada nama Ki Kertayasa dalam Legenda Damar Payung? Konon Ki Kertayasa adalah termasuk abdi dalem Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1400 masehi. Ia dengan beberapa pegawai istana lainnya ditugaskan untuk menjelajahi daerah Jawa Tengah tepatnya di lembah Serayu di sebelah selatan Gunung Slamet, kabupaten Banyumas. Mereka ditugasi untuk menginfentarisir ladang dan lahan pertanian di wilayah Banyumas. Singkat cerita Ki Kertayasa sampai di sebuah pemukiman di lereng Gunung Slamet dan bertempat tinggal disitu bersama beberapa warga lokal yang telah tinggal lebih dulu. Ada sekitar sepuluh keluarga yang menetap di wilayah itu. Setelah membuka hutan untuk berladang, mereka mencoba menanam padi pada area yang dekat dengan mata air untuk dijadikan persawahan. Seiring dengan banyaknya masyarakat yang bertani,maka kebutuhan air semakin tidak mencukupi. Berbagai upaya dilakukan dengan membuat bendungan-bendungan kecil untuk irigasi. Namun semua upaya belum mencukupi terutama di bagian barat dan selatan desa yang sudah terlebih dahulu dijadikan persawahan lebih luas. Walaupun ada sungai besar yaitu Kali Pelus tapi lahan pertanian jauh lebih tinggi dibanding kali tersebut mustahil air bisa sampai ke tanah yang berada diatsanya. Masalah air semakin menjadi perbincangan bahkan menjadi konflik antar warga. Pertengkaran dan bahkan perkelahian kerap terjadi gegara berebut air untuk sawah mereka masing- masing. Mengetahui hal tersebut Ki Kertayasa segera ambil sikap. Ia menelusuri Kali Pelus dengan harapan bisa menemukan jalan keluar atas permasalahan warga. Ia sampai di suatu lubuk (kedung) dengan air yang hijau menandakan dalamnya air. Selanjutnya ia melakukan ritual bersemedi diatas batu besar untuk minta petunjuk Sang Pencipta. Setelah memasuki hari ke-40 dalam semedinya ia ditemui Sang raja. Dalam pertemuan itu Ki Kertayasa diperintahkan untuk membuat bendungan di tempat ia duduk. Raja-pun bersabda kepada Ki Kertayasa, “Kertayasa,kamu harus membendung sungai ini tepat dipinggir atau dibawah kedung. Kedung ini sudah melakukan ILA atau sumpah setia. Kedung yang berbentuk MARON atau belanga ini tidak akan mencelakai warga sekitar sungai ini apalagi yang merawatnya. Camkan dan lakukan pekerjaan ini Bersama warga dan kurbankan seekor kambing setiap kali memulai pekerjaan tersebut. Saya percaya kamu bisa menyelesaikan pekerjaan itu kurang dari satu dasawarsa. Kamu tidak boleh pulang ke Kerajaan sebelum pekerjaan ini selesai!” “Terimakasih Paduka Raja…Titah paduka siap hamba laksanakan….!” Jawab Ki Kertayasa sambil bersimpuh dan menyembah. Ketika Ki Kertayasa terjaga dari semedinya ia telah berada dibawah payung dan didepannya ada nyala lentera yang sangat terang. Bahkan Ki Kertayasa terperanjat saat memegang payung tersebut terasa tidak asing baginya. Ternyata benar bahwa payung yang diberikan oleh sang raja dalam semedinya adalah payung yang selalu berada di pendopo kerajaan. Begitu pula dengan lentera minyak kelapa adalah lentera terbuat dari tembaga yang berkali-kali ia bersihkan di serambi kerajaan. Inilah pertanda bahwa usahanya telah diberkati oleh Yang Kuasa. Pagi harinya ia segera mengumpulkan semua warga menceritakan rencana pembuatan bendungan dan saluran irigasi. Rencana tersebut disambut warga dengan suka cita. Setelah segalanya siap merekapun memulai pekerjaan itu. Di muka kedung itu dibendung dengan menggunakan batu- batu besar dan benda-benda lain seperti jerami,batang pisang, bambo dan lain-lain. Air dialirkan ke timur menyusuri bibir tebing. Payung dan lentera (damar) ditaruh di pinggir bendungan dan menjadi benda yang dikeramatkan oleh warga untuk menjaga bendungan. Damar atau lentera adalah penerang disaat gelap dan payung sebagi peneduh disaat terik dan hujan. Maka bendungan itu dinamakan Damar payung. Kedung yang diceritakan Raja bahwa kedung itu telah melakukan sumpah setia atau ila maka dinamakan Kedung Ila. Anak sungai kecil dari bendungan itu disebut Kali Maron karena aliran dari kedung Ila yang berbentuk Belanga atau Maron. Aliran irigasi itu diperpanjang hingga menembus desa dan mengairi sawah yang luas. Sejak saat itu Kotayasa tak kekurangan air sawah dan air bersih. Ketika banjir besar menjebol bendungan maka warga kompak untuk memperbaikinya beramai-ramai dan selalu menyembelih kambing jantan untuk makan siang Bersama. Ki Kertayasa yang sudah berada di desa tersebut puluhan tahun bahkan ada yang menyebutnya ratusan tahun karena masyarakat percaya bahwa umur Ki Kertayasa 230 tahun itu menghilang entah kemana. Terdengar kabar bahwa Ki Kertayasa itu pulang ke Majapahit namun ada yang meyakini bahwa Ki Kertayasa murca, artinya meninggal dengan menghilang berikut jasadnya. Tapi ia meninggalkan padepokan yang kemudian diberi tanda sebagai petilasan Kertayasa yang kemudian wilayah itu menjadi wilayah Kertayasa. Kertayasa berubah menjadi Ketayasa dan terakhir menjadi Kotayasa di masa Bupati Soekarno Agung. (baca Legenda Gunung Gaber) Tahun berganti tahun,windu berganti abad,pada tahun 1772 pada masa pemerintahan Bupati Banyumas Tumenggung Yudanegara IV Gunung Slamet Meletus hebat. Karena sebelum Gunung Slamet Meletus ditandai dengan gempa vulkanik 40 hari 40 malam,maka semua warga mengungsi ke arah selatan menjauh dari lereng Slamet. Letusan yang dahsyat itu nyaris tak memakan korban jiwa warga lereng Gunung Slamet bagian selatan. Konon abu vulkanik berterbangan sampai ke Jawa Barat dan Jawa Timur. Lava mengalir ke semua celah rendah yaitu sungai-sungai di kakai Gunung tak terkecuali Kali Pelus itu. Aliran lava itu mengeras menjadi hamparan batu. Bendunganpun rusak namun saluran irigasi Maron tetap dalam keadaan baik. Tidak sampai satu tahun setelah letusan,masyarakat Kembali beraktifitas normal. Berkat kekompakan warga, bendungan itu berhasil diperbaiki sedangkan lentera dan payung dimasukan ke tempat aman di celah-celah batu dekat Kedung Ila. Beberapa tahun setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan tepatnya tahun 1949 sampai tahun 1950 mulai dibangun pintu irigasi permanen. Pembangunan dengan bahan semen itu hanya untuk pintu irigasinya dan beberapa puluh meter talud saluran irigasi maron. Bendungan yang berada di sungai masih menggunakan bahan alami yang masih bisa terbawa arus jika sewaktu-waktu datang banjir. Maklum karena medan yang jauh dari jalan raya dan arus air yang relative deras pada saat itu. Pada tahun 1950 damar dan payung yang berada di celah bebatuan dipindah ke dalam tugu monument yang berbentuk payung. Monument itu dibuat oleh salah satu organisasi pergerakan Indonesia PKI pada tahun 1950 sebagai tanda telah dibangunnya pintu irigasi dengan dibuktikan adanya relief pada dinding tugu (monument). Namun belakangan ini tulisan (prasasti) tersebut sudah tak begitu bisa terbaca karena telah ‘dirusak’ oleh waktu dan politik. Pembangunan bendungan permanen baru bisa dilaksanakan pada masa pemerintahan Kepala Desa Sardan Edy Soekirno tepatnya pada tahun 1976-1977 dan diresmikan tahun1978 saat Bupati Rujito. Saat itu baru pertama kali ada pertunjukan lengger di tepi sungai yaitu di bendungan Damar Payung. Sejak itu masyarakat petani merasa nyaman karena bendungan tidak pernah jebol lagi kendati ada banjir besar. Saluran irigasai yang dikenal dengan nama Kali Maron itu tahun demi tahun dibuat talud permanen. Pada tahun 2019 diatas bendungan dibangun Jembatan Gantung yang menghubungkan Gerumbul Dukuh Peken Dengan Desa Karangsalam. Jembatan gantung berikut jalan cor itu dibiayai dari APBN yang nilainya lebih dari 5 milyar. Demikian sekilas ceritera tentang asal usul nama Situs Damar Payung yang serkarang kita kenal sebagai obyek wisata alam Damar Payung. Pada bagian lain dibedah pula tantang misteri Batu Entep dan Goa Delik yang berlokasi disekitar obyek wisata Damar payung. Semoga bermanfaat.

Selasa, 16 Oktober 2018





Bapa Biyung
                  
Sore  kemulan pedhut
Nggawa angin campur grimis
Adheme ora uwis-uwis

Dhong godhong meniran
Inyong ngendhong ora rubungan

Mbang kembang ciplukan
Sinau bareng ora dolanan
                            
Nggelar klasa tanpa kampil tanpa guling
Njagong setengah thongkrong mbukak buku udu piring
Silah slonjor jejege dhoyong miring-miring

Engsad-engsod kathok guluh klambi nglinthing
Lungmayan ngesuk mlebu ora kepontang-panting

Sore kemulan pedhut
Inyongkemutan bapa biyung
Sing lagi metonggo ngenteni inyong

Sore kemulan pedhut
Nggawa angin campur grimis
Adheme ora uwis-uwis

Dhong godhong kelapa
Inyong ngendhong kemutan bapa

Mbang kembang lembayung
Ati nggrentes kemutan biyung

Bapa siji biyung siji
Kabeh tek jaga ngati-ati
Aja ngasi gawe lara
Aja ngasi gawe gela
Apa maning ngasi durhaka
                                                                                      
Aku baliiiii……..Yuuuunnnnngggg….


KLONENG-KLONENG

Kloneng…..kloneng……..kloneng!!!!
Kiye udu sewara sepur
Sing lagi mlaku neng setasiun Karanggandul

Kloneng….kloneng……kloneng!!!
Kiye udu sewara lonceng
Sing muni neng pucuk gereja
Sebab neng kene anane masjid lan mushola

Kloneng…..kloneng……kloneng!!!!
Kiye uga udu onine bel sekolah
Sebab sekiye mbeke jam nem punjul selawe

Kloneng-kloneng kiye
Sewara sekuter enam Sembilan
Sing lagi dhindhek-dhindhek tretehan
Mlayu kaya wong mlaku nggawa sedhetan
Maring sekolahan

Ngosssss….cegrek, ngoossss cegrek ngik….!
Kiye udu sewara sekuter bodhol wingi sore

Ngossss…cegrek, ngooossss…cegrek ngik….!
Kiye sewara ambekane inyong sing bubar degawa mlaku setengah mlayu
Mergane tumpakan winginane wis dejaluk sing duwe…..

Ngosss…cegrek, ngooossss… cegrek, ngikkkkk…..
Pangapura inyong keri nyambut gawe
Tulung omongna maring kepalane!

Cegrek ngiikkkkk…….!





Gumbeng Pring Tali                        Kardjito Kardjit

Neng wayah sore
Nalika angin glewehan karo srengenge
Neng lemah rata rapet neng suket
Krungu sewara gumbeng pring tali
Nyumbang wara-wara
Kahanan ganti ora kepengin bali

Neng wayah wengi
Nalika wulan dolanan karo lintang
Neng umah kulan pedangan
Krungu kidung tengah wengi
Gerongan gumbeng pring tali
Nyumbang wara-wara
Kahanan ganti ora kepengin bali

Neng wayah esuk
Nalika embun uber-uberan karo pedhut
Neng pinggir sawah
Esih krungu sewara gumbeng pring tali
Senajan lirih nyanthel ati

Ting tung ting brung iwak ayam…
Sega jagung ora doyan
Munggah gunung olih prawan…..

Ting tung ting brung kiye
Crita si Mbah jaman semana
Sekiye wis deganti
Sewarane  ring tone lan orgen tunggal
Sing ngebeki langit

Gumbeng pring tali
Nyumbang wara-wara
Ning sekiye mbuh neng endi


Prit Ganthil, Oktober 2010


Parikan Lawas Wong Banyumas

Darkim bin Darnuji putune kaki Rasmiarji
Guru benuman taun sangang puluh siji
Neng SD Negeri Suka Melasi
Kecamatan Semoga Sida Mukti
Tekan siki urung sertifikasi
Esih akeh tunggale ora kena dekemelasi

Bola bali nabok bathuk ngelus dhadha
Ndeleng mentheleng kahanan sing nyata wera-wera
Si Iswera anakke ibu Risrawa wong Sokawera
Pintere ora sepiraha rajine ora patia
Tembe nem, taun nampa SK
Numpak portofolio langsung kegawa
Lega, lega, lega……..lega………

Wanti-wanti ora kena meri ora kena iri
Urip ana kalane pait ana kalane legi
Padha sing seneng aja degawe ati
Kabeh mau sing ngatur Gusti
Rekasa dhisit mukti keri
Sing penting padha guyub rukun lan ngati-ati
Dunya brana ora degawa mati

Kathok biru klambine ireng
Nyolong terasi lebokna slepa
Dadi guru kudu sing seneng
Urung sertifikasi ya ora papa

Nguculi kutang aja depuntir
Angger depuntir rusak taline
Kakehen utang aja depikir
Angger depikir rusak atine

Godhong nyangku nggo wadah benter
Nggawa cipir nduwur sekuter
Senajan ngaku sing paling pinter
Ora mikir batir mati keblinger

Esuk-esuk wis kasak-kusuk
Njugur methuthuk methenguk ngelus-ekus bathuk
Mingak minguk karo manthuk-manthuk
Mikir utang sing wis numpuk
Kelalen adus kelalen raup
Kucluk…..!Sumbang, Oktober 2009



SEPUR LEMPUNG


Jaman sepur lempung
Sarapane sega jagung
Lawuh kluban lembayung
Monjo-monjone godhogan kangkung
Ora kebek seperes cemung
Jaman sepur lempung
Wong padha rekasa ora etung
Sinau ngadhep senthir latung
Esuk-esuk langes mlebu irung
Kaya lutung mambu karung
Ngang…ngung…ngang…ngung….
Sekolah padha mlaku
Ora nganggo seragam ora nganggo sepatu
Bocah ora padha wani saru
Duwe tekad nggolet elmu
Senajan mandheg njebol kelas telu
Wong tuwa esih padha lugu
Guru esih degugu lan detiru
Pak guru awake padha gering kuru
Kurang turu kurang sangu
Bu guru kurang ayu ora kemayu
Angger olih pekothor gedhene karotengah ewu
Padha cekakakan nguya ngguyu
Hua haha haha hua huhu huhu….
Weleh weleh………
Anak, putu, buyut,
Canggah, wareng butul udheg-udheg gantung siwur
Muga-muga padha dawa umur
Duwe awak nasibe mujur
Menangi jaman makmur jibar-jibur
Kepengin mukti kudu sing ngati-ati
Wanilara wani mati
Kepengin mulya kudu gelem rekasa
Aja seneng guleran dosa
Jaman makmur
Ora mung jamane wong sing urip neng dhuwur
Wong cilik sing rekasa gelem uwur
Sing sugih dawa tangane mripate blawuk lamur
Nilep pajeg rakyat jere nutur
Sekethip kena nggo plesir maring Singgapur ping selikur
Wis tlikur tambah ngawur…..


Gumbeng Pring Tali             

Kardjito


Ing sore
Nalika angin gegojegan karo srengenge
Ing tegalan tanah rata padhang sesuketan
Keprungu swara gumbeng pring tali
Nyumbang wara-wara
Kahanan ganti ora bakal lali

Ing wengi
Nalika rembulan gegojegan karo lintang
Ing umah lan pedangan
Keprungu kidung tengah wengi
Kairing gumbeng pring tali
Nyumbang wara-wara
Kahanan ganti ora bakal lali

Ing esuk
Nalika embun gegojegan klaro pedhut
Ing pinggir sawah
Esih keprungu swara gumbeng pring tali
Nadyan lirih merak ati

Ting tung ting berung iwak ayam…
Sega jagung ora doyan
Munggah gunung olih prawan…..

Ting tung ting brung iki
Crita si Mbah jaman semana
Saiki wis diganti
Swarane orgen ring tone lan orgen tunggal
Kang ngebaki angkasa

Gumbeng pring tali
Nyumbang wara-wara
Ning saiki wis padha lali


Aku Dudu Pujangga             BJ. Kardjit

Wengi kemulan pedhut
Peteng ndhedhet lelimengan
Angin nggawa grimis ngirim udan
Adhem nyokot kulit tumus daging

Ing wanci gagat raina
Aku isih angon ngumbar angen-angen
Apa sing bakal dhak sumbangake
Sawise mletheking bagaskara

Aku dudu pujangga
Kang wasis ngukir gurit
Ngrakit ukara

Aku uga dudu maestro
Kang trampil ngracik tembung
Ngripta tembang
Mawa basa rinengga

Aku uga dudu dhukun
Kang bisa ngusadani lelara
Sebel lan puyeng
Kanthi jopa japu japa mantra

Aku iki hamung rayat
Dadi rewang sanak kadang sabrayat
Nadyan upet kari sagebyaran
Muga-muga bisa migunani
Gawe bungah ati liyan

Aku iki hamung pamong
Tukang momong anak uwong
Nadyan damar kari saklerapan
Sapa ngerti bisa gawe padhang
Anak putu sanak kadang



Kali Jurig, Oktober 2010


Si Mbah Uga Manungsa         BJ.Kardjit

Ing ari anggara jenar
Wanci suruping bagaskara
Surya kaping nemlikur rongewu sepuluh
Ing tapel wates tanah nggunuk
Wedus gembel ngamuk
Bareng karo bledug awu anget
Nyapu ereng-ereng wana
Kiwa lan tengen
Ngluluhake Kinah Rejo saisine
Ing Cangkringan
Padhukuhan pucuking Sleman

Ing ari anggara jenar
Wanci suruping bagaskara
Surya kaping nemlikur rongewu sepuluh
Merapi njeblug…..
Ngukutumah kuncen mbah Marijan
Tumpes….ndadekake udan luh
Grimis tangis
Banjir getih….
Nggegirisi………

Kanthi pasrah lan sujud
Mbah Marijan milih kondur
Ngadep ing ngarsane Gusti
Nyawiji rohing Merapi

Kabeh mau mbuktekakae sawijining kasunyatan
Dene ngelmu ilmiah ing pawiyatan luhur
Bisa ngasorake ati kang atos ngluwihi waja

Ora ana sing salah
Kabeh bisa seleh
Si Mbah uga manungsa
Urip iki pindhane wayang
Ana sing nganggit
Ana sing nata

(Hasbunallah wa ni’mal wakil
Ni’mal maula wa ni’man nashir)


Genting, Oktober 2010


Geguritan

Ajar Waskitha               Kardjito kardjit

Muridku,
Sadurunge kowe mukti
Ngundhuh wohing pakarti
Bisa nglungguhi kursi dhampar kamulyan
Ombenen tirta paweling winisuda

Sinaua marang lakune wulan lan bagaskara
Kang ora wedi kesel tansah ngirim pepadhang

Sinaua marang rukune kartika lan gegana
Kang ora bosen gawe padhang sesawangan

Ngajia marang kasetyane rina lan wengi
Kang gumati ngati-ati
Ara nate geseh menehi titi wanci

Muridku,
Mlakua mangulon
Tututana lakune srengenge
Mumpung isih padhang
Singkirna kabeh pepalang
Kukuden mungsuh bebuyutane Prabu Rama
Kang mbiyen nate mboyong Dewi Shinta
Ngasorake Prabu Rama
Dene sorot katutup wana kalinglingan arga
Manjing ing dhasar samudra
Iku wis dadi samestine

Muridku,mlakua mangetan
Pethuken lakune rembulan
Ing wengi iki
Wasuhen sukmamu nganggo iman lan takwa
Lungguh sila khusu lan tafakur

Ajar waskitha
Marang umah balimu
Panggonanmu siki
Panggonanmu mbesuk

KEJUJURAN 16

Tangan kananku lebih besar dari tangan kiriku. Apa pasal? Ternyata ini ekses dari sebuah hobi yang lagi 'mbuming' yaitu mancing..... Seminggu bisa 5 kali ke sungai untuk menthelengi kumbul. Asyik.....

Minggu pagi kami sudah berencana mbolang ke Sungai Klawing di sekitar jembatan Linggamas bersama teman-teman. Karena telah direncanakan pulang sampai malam,maka saya ajak anak lanang untuk jaga-jaga 'penyerangan' yg biasanya melebihi suara mrecon.

Benar saja.....anak saya keasyikan,baru pukul 7 malam kami baru beranjak pulang. Dalam perjalanan,saya membrifing anak lanang. Sampai rumah tentu lebih malam karena harus mampir makan dan beli jajan anak.
"Ngko nek deomeih beyungmu,ngomonge ko sing ajek mancing ya?"
"Ya laaahhhh....." Jawab anakku singkat.

Sampai rumah.......
"@#$*!!!! >'=)&8****$$#@!:"*&% !!!?&*?)$#@!+_)(&*^&%^$####@!$%%^^&**(????&*()!!!!!.........."

Setetengah jam kemudian.......
"Bapake sing ajek....., Aku ora gelem depaksa bae!"

"@#!!!!((>>>:>>>"I*&%$$$)(#@!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!......................."

😪😪😪😪😪😪😪😪😪😪😪😪😫
KEJUJURAN 15

Tegesan Suling

Era 93 kami meneruskan hobi pd saat sy remaja yaitu ngumpul bermain musik dangdutan. Musik dangdut dg peralatan seadanya dari hasil urunan. Kalau ada yg punya rezeki ya beli perlengkapan baru. Suatu ketika sy punya uang untuk beli Seruling bambu satu set. Wah bahagia bukan kepalang. Karena lg suka2nya berlatih,sy kadang pulang hingga larut. Ditempat latihan kami berbaur laki perempuan. Kadang juga ada yg 'ngendong' kerumah.
Suatu sore ketika sy mau ambil seruling dirumah hendak latihan.... seruling itu tak sy temukan. Berjam-jam sy cari tetap tdk kutemukan. Akhirnya sy tidur...tak jadi pergi.
Pagi harinya sy cari lagi hingga di dapur..ehhh....di bibir tungku terlihat sisa seruling tinggal beberapa cm.
Ternyata.....seruling itu dibakar oleh yayangku.....karena cemburu sy sering bareng sama biduan. Seruling yang tinggal "tegesan"nya itu sy dorong masuk kedalam tungku dg harapan ora ngetoni mata.
Aku ya meneng bae..... Tak ada tanya,tak ada pengakuan.....tak ada cerita. Hingga sekarang....Mung kemutan bae....
KEJUJURAN 14

BON KULON. Itu tempat biasa untuk temu kangen kami disaat ada rezeki. Jadi reuni itu kami laksanakan bukannya setahun sekali,tapi sifatnya insidentil. Suatu malam sehabis 'ngelur kabel' bersama beberapa sohib,saya keluar room duluan bermaksud utk membayar (berlagak jadi boss). Tp setelah saya ambil dompet....zonk. Saya rogoh saku demi saku,slempedan demi slempedan. Zonk.... Duh....ternyata ada penyamun di Kebon Kulon. Terpaksa saya bisik2 tk kasir sambil menyerahkan KTP dan SIM B1.
"Aja brisik....ngko tek jukut. Kalem bae kaleeemmmm......"
KEJUJURAN 13

Curhat kali ini saya berharap tidak terbaca oleh sahabat dunia maya. Itu pula yang menyebabkan saya jujur, walau ada sedikit sensor.

Jumat pagi usai subuh,istri sedang sibuk di dapur. Saya lagi aktif nonton tipi sambil ngopi. Tiba-tiba anak pertama kami yang saat itu berumur 2 tahun menangis. Saya langsung buka pintu belakang,

"Bu,bocahe tangi maning,Bu.....!"

Istri yang setia,taat dan 'bekti maring wong lanang" langsung menjawab,

"Iya Pak.....tanggung. Masuk kamar dulu ya...?"

Sayapun langsung masuk kamar dan mencoba menenangkan si kecil. Alhasil anak saya diam dan tertidur lagi.

Beberapa menit kemudian istri saya masuk.....dan bukannya fokus ke anak yang tadi saya laoprkan, tapi ia langsung 'tidur'.

(Pagi itu gerimis turun.......)

Selasa, 01 November 2016

KEJUJURAN 12

KEJUJURAN 12

Menyesal kemudian tak berguna,begitu kata pepatah. Tetapi apabila kita telah melakukan kesalahan dan dosa tanpa ada penyesalan maka kita akan merugi. 

Suatu hari ketika saya masih duduk di bangku SMA,saya meminta uang Study Tour ke Bali.dan menyerahkan sepucuk surat pemberitahuan yg berkaitan dg hal tersebut kepada orang tua. Tidak langsung dikasih,dan saya memakluminya karena uang untuk tour ke Bali relatif banyak. Baru beberapa hari menjelang keberangkatan,ibu saya memberi uang dimaksud. Itu juga saya tahu uang itu hasil dari meminjam saudara.

Beberapa hari setelah saya kembali dari Bali,kakak saya memperlihatkan surat dan sebuah stempel yg sama dengan cap pd surat pemberitahuan tour tersebut. Saya terperanjat.......'akal-akalan' saya terbongkar sudah........ Stempel itu adalah stempel MASINAL PRO STUDY yg saya bawa pulang ke rumah untuk menyetempel surat yang saya buat sendiri dan lupa saya biarkan menggeletak di kamar disamping mesin ketik. Saat itu saya memang termasuk Panitia "MOS" di sekolah.

Seketika itu saya minta maaf pada ibu.......tetapi uang itu telah habis untuk jalan-jalan bersama teman.......Astaghfirullahal'adziim ......

KEJUJURAN 11

KEJUJURAN 11

Semoga ungkapan pengalaman ini tidak begitu banyak yang membaca. Sebab kejadian yang melibatkan keluarga dan banyak teman yang mengetahui saat itu,sejujurnya tidak ingin 'orang lain' tahu.
Di usia muda saat itu,saya adalah ketua karang taruna di kampung. Banyak kegiatan,termasuk ronda kamling. Saya sebagai komendir ronda dengan salah satu anggotanya adalah paman saya yang usianya nyaris sebaya (selisih satu tahun lebih tua).
'Tabiat' saya ketika giliran ronda pada jam 9-an malam Minggu,saya ijin kepada anggota dengan alasan tertentu. Padahal sebenarnya saya sempatkan apel ke rumah janda muda. Saat saya pamit dg alasan mau bertemu ketua RT,paman saya belum nampak di pos ronda. Singkat cerita saya berada dihalaman rumah si doi. Tapi betapa terperanjatnya ketika saya hendak masuk rumah didepan pintu ada sepasang sepasang sandal yang saya hafal betul pemiliknya.
Dada bergemuruh.....jantung seakan loncat dari tubuh......perasaan marah, kecewa dan gelisah bercampur dengan lemas lunglai dan nafas ngos...ngos..... Bukan akal Sang Ketua kalau tidak bisa mengatasi masalah itu. Saya melangkah ke rumah tetangga dan saya pukul kentongan sekeras-kerasnya. Sambil jalan mengendap ke samping rumah si doi,saya lempari rumah tetangga dg kerikil. Orang-orang pada keluar termasik paman saya berlairian menuju sumber bunyi. Kesempatan itu saya pergunakan untuk menyelinap masuk lewat pintu rumah si doi yg masih terbuka tanpa orang melihat. Jeklek....!!! saya kunci dari dalam.......
"Ngos......ngoooossss......nggggooooossssss......." Sampai itu dulu kejujuranku. Jangan bilang sama paman saya ya,karena anaknya teman di FB....

KEJUJURAN 10

KEJUJURAN 10

Kali ini saya mencoba serius dengan pengalaman masa lalu sahabat karib sebagai bentuk KEJUJURAN karena saya terlibat didalamnya. The Best Pratice sahabat saya yang belakangan ini mengklarifikasi kisahnya di akun WA-nya. Salah satunya saya copas dengan seijinnya. 

Janti Sikumbang
11 Maret pukul 8:46 · 
Tak dapat aku bicara banyak. Kamu sungguh menggugah masa lalu yang telah lama hilang. Lewat dunia maya kamu muncul. Kemunculanmu mengundang tanda tanya dan segudang teka-teki yang hingga detik ini tak mampu kujawab. Meminta nomor telepon......meminta pin bb.....itu kamu lakukan dengan perantara teman kita. Ini sungguh ruwet dan banyak menyita pemikiran. Kita sudah sama-sama menjadi orang tua dari anak-anak kita masing-masing. Mungkinkah ini suatu ujian....? Bahkan ketika kamu minta bicara walau via telepon,aku tak sanggup....belum sanggup bicara, belum sanggup mendengar kata-katamu yang sekian puluh tahun menghilang. Katamu mau minta maaf atas sejarah masa lalu. Tak perlu lah itu.....sebab itu bukan kesalahan. Wajar kebersamaan saat remaja belum tentu ada ketersambungan dengan sebuah impian...pernikahan. Itu keputusan kita dulu, Walau kau yang mengawali keinginan itu,toh kita setujui itu. Kemarin lewat bbm kau bilang ingin menangis.....kau menjauh dari 'pendamping' dan anak-anak....kau tumpahkan air mata. Itu katamu,dan aku mempercayai itu. hari ini detik ini....aku masih bertanya-tanya,walau aku sedikit tahu jalan cerita hidupmu setelah kita terpisah dulu. Namun sebenarnya apa yang terjadi didalam hatimu saat ini...(?). Kenapa dada ini terasa bergetar dan panas..... keputusanku jangan sekarang kau bicarakan itu. Aku belum siap.
salam untuk keluargamu...untuk anak-anakmu....mudah-mudahan mereka baik-baik saja. Tak perlu merasa bersalah hingga ada permintaan maaf. Semua kekeliruan yang menimbulkan ada dosa sudah kumaafkan. Kau tak tahu bahwa ini adalah ungkapan lahir batin yang tak mungkin kau baca. Hal ini aku minta maaf......
dari seorang yang pernah bersamamu. Jingo Sikumbang.